Galeri Foto Kegiatan

KPU Kabupaten Cirebon Kukuhkan Komitmen Pembangunan Zona Integritas

Dalam semangat memperkuat lembaga yang bersih, transparan, dan berintegritas, KPU Kabupaten Cirebon menggelar Ikrar Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) pada Senin (3/11) di Aula Pangeran Walangsungsang. Kegiatan yang dihadiri oleh Ketua dan Anggota KPU, Sekretaris, jajaran kepala subbagian, serta seluruh staf sekretariat ini menjadi langkah awal untuk meneguhkan komitmen bersama membangun budaya kerja yang berlandaskan integritas dan tanggung jawab. Dalam sambutannya, Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati, menegaskan bahwa pembangunan zona integritas bukan hanya seremonial penandatanganan, tetapi sebuah ikrar yang harus dihidupkan dalam tindakan nyata sehari-hari. “Hari ini kita melakukan ikrar bersama tentang komitmen zona integritas. Saya merasakan dua hal: rasa syukur karena bisa berkumpul, dan rasa pesimis karena sesuatu yang seharusnya menjadi bagian dari diri kita kini harus diikrarkan. Itu tanda bahwa bangsa kita sedang mengalami krisis nilai,” ujarnya. Esya menekankan bahwa integritas sejati tidak berhenti pada kata-kata atau dokumen formal, melainkan tercermin dalam perilaku. “Integritas bukan hanya di atas kertas. Ia harus menjadi sikap dan kebiasaan sehari-hari. Sesederhana menepati janji, menghargai waktu, dan menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab,” jelasnya. Ia juga mengingatkan bahwa korupsi bukan semata persoalan uang, melainkan sikap yang melanggar kejujuran dan keadilan. “Korupsi bisa dilakukan siapa saja, dalam bentuk apa saja. Karena itu, mari mulai dari diri sendiri untuk menjaga integritas dan memperbaiki kualitas pelayanan publik,” tegasnya. Menurut Esya, dinamika protes dan demonstrasi publik yang sempat terjadi pada akhir Agustus lalu menjadi pelajaran penting bagi seluruh jajaran KPU Kabupaten Cirebon. Peristiwa itu mengingatkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara sangat bergantung pada integritas dan kualitas pelayanan publik yang diberikan.  “Itu menjadi titik balik bagi kita. Mari perkuat pelayanan publik, wujudkan akuntabilitas, dan bangun kembali kepercayaan masyarakat. Karena menjaga kepercayaan jauh lebih sulit daripada membangunnya,” ujarnya. Ia juga berpesan agar seluruh pegawai memandang KPU sebagai rumah kedua, tempat untuk berkarya dan menjaga nama baik lembaga. “Menjaga nama baik KPU berarti menjaga nama baik diri dan keluarga kita. Mari mulai dari hal kecil, dari hari ini, dan dari diri sendiri,” tutup Esya. Selanjutnya, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM, Masyhuri Abdul Wahid, mengingatkan agar semangat zona integritas tidak berhenti pada simbol semata. “Jangan sampai integritas hanya menjadi simbol yang kehilangan esensi. Kita harus waspada terhadap jebakan simbolik,” tegasnya. Menurutnya, integritas sejati lahir dari kesadaran kolektif, bukan sekadar formalitas. “Pembangunan integritas bukan upaya parsial, tapi upaya bersama yang dibangun dari kesadaran masing-masing individu. Ini bukan soal rutinitas, tapi soal nilai,” ujarnya. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Divisi Data dan Informasi, Khairil Ridwan, menyoroti hubungan erat antara kinerja dan integritas. “Di dunia kerja, kita mengenal istilah Key Performance Indicator atau indikator kinerja utama. Tapi pertanyaannya, apakah kinerja tinggi otomatis mencerminkan integritas?” ujarnya memantik refleksi. Khairil menjelaskan bahwa integritas bukan hanya persoalan capaian kerja, tetapi lebih dalam—berkaitan dengan sifat dan sikap individu. “Integritas adalah bumbu yang memberi makna pada kinerja kita. Ia menuntun kita untuk tidak sekadar bekerja, tapi melayani dengan hati, berpikir kritis, berani berinovasi, dan terus mencari ruang-ruang baru untuk berkembang,” ungkapnya. Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan, Apendi, menambahkan perspektif penting tentang bagaimana integritas berakar pada etos kerja. “Integritas berarti konsistensi antara ucapan dan tindakan, kejujuran, tanggung jawab, dan kemampuan menghargai waktu. Itu semua adalah bagian dari etos kerja,” jelasnya. Mengutip prinsip dari penulis dan motivator Jansen Sinamo, Apendi menyebut bahwa kerja adalah amanah. “Kalau kerja adalah amanah, maka menunaikannya dengan penuh tanggung jawab adalah bukti integritas,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa budaya kerja berintegritas harus dibangun secara kolektif, dimulai dari kebiasaan individu. “Ketika individu memiliki integritas tinggi, itu akan membentuk budaya kerja organisasi yang kuat dan produktif,” tambahnya. Sebagai penutup, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan sekaligus pengampu kegiatan, Ujang Kusumah Atmawijaya, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah awal menuju lembaga yang bersih dan terpercaya. “Kita bersyukur karena memiliki modal kekompakan dan budaya kerja yang solid. Sekarang tinggal bagaimana menjadikannya konsisten dan melekat dalam keseharian,” ujarnya. Ujang menegaskan bahwa penandatanganan ikrar bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari perubahan nyata. “Setelah penandatanganan, jangan hanya jadi pajangan. Jadikan nilai-nilai integritas sebagai budaya kerja yang hidup. Kalau perlu, buat pengingat lokal, seperti kata-kata bijak atau prinsip yang bisa memotivasi kita setiap hari,” ucapnya. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga semangat dan kreativitas sebagai bagian dari integritas. “Integritas tidak hanya soal patuh aturan, tapi juga tentang semangat untuk terus memperbaiki diri dan lembaga,” pungkasnya. Kegiatan ditutup dengan penandatanganan Ikrar Pembangunan Zona Integritas oleh seluruh pimpinan dan jajaran Kasubag KPU Kabupaten Cirebon. Momentum ini menjadi penegasan bahwa KPU Kabupaten Cirebon berkomitmen untuk mewujudkan lembaga yang bersih, akuntabel, profesional, dan melayani dengan sepenuh hati.

Semangat Demokrasi Menyala di Malam LDKS MTs Miftahul Ulum

Suasana malam di MTs Miftahul Ulum, Desa Durajaya, Kecamatan Greged, Kamis (30/10), terasa lebih hidup dari biasanya. Di tengah riuh semangat para pelajar yang mengikuti kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) OSIS 2025, hadir KPU Kabupaten Cirebon yang membawa pesan penting tentang kepemimpinan dan nilai-nilai demokrasi. Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati, hadir langsung memberikan materi dan berdialog dengan para pengurus OSIS. Di pelataran sekolah yang disulap menjadi ruang belajar terbuka, Esya tak hanya berbicara tentang teori, tetapi menghidupkan suasana dengan diskusi ringan seputar demokrasi, kepemimpinan, dan peran pelajar sebagai generasi pra-pemilih yang kelak akan mewarnai masa depan bangsa. Dalam paparannya, Esya mengajak para pelajar memahami makna demokrasi melalui contoh-contoh sederhana yang dekat dengan kehidupan mereka. Ia mengutip pandangan Prof. Mahfud MD bahwa demokrasi adalah sistem terbaik di antara yang lain, karena menempatkan kepentingan rakyat sebagai hal utama. “Demokrasi bukan sekadar soal siapa yang paling populer atau siapa yang mendapat suara terbanyak, tetapi tentang musyawarah, gotong royong, kebersamaan, dan tanggung jawab bersama,” jelasnya. Lebih lanjut, Esya menyinggung berbagai tantangan yang dihadapi dalam praktik demokrasi, salah satunya politik uang. Ia menjelaskan bahwa politik uang tidak hanya merusak nilai kejujuran dan keadilan dalam proses pemilihan, tetapi juga dapat menumbuhkan pola pikir pragmatis di kalangan pemilih muda. Esya juga menekankan bahaya apatisme politik, yaitu sikap acuh terhadap urusan bersama. Menurutnya, kedua hal tersebut — politik uang dan apatisme — merupakan ancaman serius bagi masa depan demokrasi. Karena itu, ia mengajak para pelajar untuk mulai peduli dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan sekolah maupun masyarakat. “Adik-adik ini adalah bagian dari generasi Alpha, calon pemilih di Pemilu 2029 mendatang. Dari sekarang, tanamkan rasa tanggung jawab dan semangat kebersamaan. Demokrasi yang baik lahir dari pemilih yang jujur dan peduli,” pesannya. Suasana malam itu terasa hangat dan penuh semangat. Para pelajar tampak antusias menyimak, aktif bertanya, dan berbagi pandangan. Mereka diajak memahami bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal posisi, tetapi juga tentang keberanian mendengar, bekerja sama, dan menjaga integritas. Melalui kegiatan ini, KPU Kabupaten Cirebon berharap nilai-nilai demokrasi dapat tumbuh dan dipahami sejak dini, agar para pelajar mampu menjadi generasi pemilih cerdas, kritis, dan berintegritas di masa depan.

Menembus Dinding Apatisme: KPU Jabar Pelajari Cara Menyapa Golput Kultural

CIREBON - Fenomena golput kultural menjadi sorotan dalam Parmas Insight Chapter #4 yang digelar KPU Provinsi Jawa Barat. Melalui tema “Apatisme Publik: Menyentuh Kelompok Golput Kultural”, forum ini mengupas akar apatisme politik di masyarakat — bukan semata karena ketidaktahuan, tetapi juga bentuk kekecewaan dan kehilangan kepercayaan terhadap institusi politik. Dua narasumber dari KPU Kabupaten Subang dan KPU Kabupaten Indramayu memaparkan realita di lapangan sekaligus strategi pendekatan kultural untuk mengembalikan partisipasi dan kepercayaan publik terhadap demokrasi. Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM KPU Kabupaten Subang, M. Ilham Ramadhan, menyoroti bahwa apatisme politik tidak bisa dipandang sekadar ketidaktahuan masyarakat terhadap politik. “Apatisme politik bukan sekadar ketidaktahuan, tetapi bentuk kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap institusi politik,” ujar Ilham. Ia menjelaskan, golput kultural di Subang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sosial ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial budaya, hingga kondisi psikologis dan politik. Menurut Ilham, fenomena ini juga tampak dari perbedaan partisipasi antarwilayah. “Di wilayah selatan, seperti Kecamatan Ciater, partisipasi mencapai 82 persen. Sementara di wilayah utara atau pantura, belum ada yang menembus angka 70 persen,” jelasnya. Untuk mengatasi hal tersebut, KPU Subang mengembangkan sejumlah strategi seperti sosialisasi pendidikan pemilih berkelanjutan, optimalisasi media sosial, transparansi proses pemilu, serta kolaborasi dengan berbagai pihak. Dari Kabupaten Indramayu, Munawaroh menuturkan pengalamannya dalam mendekati komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu, yang dikenal sebagai salah satu kelompok golput kultural di daerahnya. “Mereka memiliki kepercayaan ngaji rasa dan tidak memiliki dokumen kependudukan. Mereka menganggap bahwa memilih satu kandidat berarti menyakiti kandidat lainnya,” ungkap Munawaroh. KPU Indramayu, lanjutnya, menempuh pendekatan kultural yang menghormati nilai dan keyakinan komunitas tersebut. “Kami menggunakan pendekatan cultural respect, melibatkan tokoh lokal dan pemimpin adat, serta membangun komunikasi yang empatik dan inklusif,” tambahnya. Namun, tantangan tetap ada. “Mereka tidak mau membuat KTP karena keberatan dengan kolom agama yang dianggap tidak relevan dengan keyakinan mereka,” jelas Munawaroh. Dalam arahannya, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jawa Barat, Hedi Ardia, mengapresiasi jalannya diskusi yang dinilai sangat aktif dan partisipatif. “Saya mencatat tiga kata kunci dari diskusi hari ini: ngaji rasa, kekecewaan, dan harapan,” ujar Hedi. “Demokrasi selalu berjalan di antara dua tepi itu. Kekecewaan seharusnya membuat kita melakukan refleksi kritis, sementara harapan menjadi bahan bakar untuk terus bergerak.” Hedi menegaskan bahwa kerja di KPU tidak semata teknis menghitung suara, melainkan juga kerja kebudayaan. “Kerja di KPU adalah ngaji rasa — belajar membaca rasa masyarakat: rasa percaya, rasa jenuh, dan rasa ingin didengar,” tegasnya. “Politik yang sehat lahir dari rasa saling percaya antara pemilih, peserta, dan penyelenggara.” Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya pengelolaan media digital KPU sebagai wajah lembaga di ruang publik. “Website dan media sosial harus dikelola secara profesional, humanis, dan berkelanjutan. Semua komisioner perlu menulis, karena tulisan adalah bentuk legacy,” ujar Hedi. Ia menambahkan, tantangan terbesar saat ini bukan hanya rendahnya partisipasi elektoral, tetapi juga menurunnya keterlibatan warga dalam percakapan tentang demokrasi. “Parmas Insight bukan sekadar ritual, tapi ruang belajar bersama untuk memahami publik dan menumbuhkan kembali kepercayaan terhadap demokrasi,” pungkasnya. Kegiatan ini diikuti secara daring oleh Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kabupaten Cirebon, Masyhuri Abdul Wahid, bersama Kepala Subbagian Parmas dan SDM, Intan Sugihartini, serta staf sekretariat.

Setahun Podcast Mengudara: Dari Ruang Sederhana Menjadi Wadah Edukasi Demokrasi

CIREBON — Satu tahun sudah Podcast KPU Kabupaten Cirebon mengudara, menjadi ruang dialog, edukasi, dan inspirasi tentang demokrasi dan kepemiluan bagi masyarakat luas. Momen istimewa ini dirayakan dalam suasana penuh kehangatan di Aula Pangeran Walangsungsang, Selasa (28/10). Hadir dalam perayaan tersebut Ketua Divisi SDM dan Litbang KPU Provinsi Jawa Barat, Abdullah Sapi’i, serta Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jawa Barat, Hedi Ardia. Turut menyemarakkan acara, Anggota Bawaslu Kabupaten Cirebon dan perwakilan KPU Kabupaten Kuningan, Majalengka dan Kota Cirebon, menandakan eratnya sinergi antar lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu di daerah. Perayaan dibuka dengan suasana hangat dan penuh semangat kolaborasi. Sebagai simbol rasa syukur, Ketua KPU Kabupaten Cirebon Esya Karnia Puspawati memotong tumpeng didampingi para anggota. Momen sederhana namun sarat makna ini menjadi refleksi perjalanan panjang satu tahun podcast yang terus tumbuh di tengah keterbatasan. “Alhamdulillah, hingga hari ini Podcast KPU Kabupaten Cirebon telah menayangkan 28 episode. Setiap Rabu malam pukul 19.00 WIB, kami berkomitmen menghadirkan tayangan yang informatif, edukatif, dan dekat dengan masyarakat,” ujar Esya. Ia menuturkan, perjalanan podcast ini tidak selalu mudah. Dengan keterbatasan anggaran—karena KPU Kabupaten Cirebon merupakan satuan kerja yang tidak menerima dukungan dana dari pemerintah daerah—seluruh proses produksi dilakukan secara mandiri dengan memanfaatkan sumber daya internal. “Kami memulai dari ruang kecil berukuran 3x2,5 meter. Namun dari ruang sederhana itulah, kami ingin menghadirkan kontribusi besar bagi literasi demokrasi,” tambahnya. Kreativitas kemudian menjadi kunci. KPU Kabupaten Cirebon memperluas jangkauan edukasi dengan menjalin kerja sama bersama berbagai lembaga pendidikan, seperti Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD) Wilayah X Jawa Barat, Dinas Pendidikan, dan Kementerian Agama Kabupaten Cirebon. Kerja sama ini melahirkan banyak kegiatan di sekolah: mulai dari sosialisasi kepemiluan, pembina upacara, hingga kunjungan edukatif ke kantor KPU. “Kami menyasar siswa SMP, SMA, MA, hingga madrasah. Mereka adalah generasi pra-pemilih yang pada Pemilu 2029 akan menjadi pemilih pemula dari generasi Alpha. Kami ingin menanamkan nilai-nilai demokrasi sejak dini agar mereka tumbuh menjadi warga negara yang sadar hak dan tanggung jawabnya,” jelas Esya. Ke depan, KPU Kabupaten Cirebon juga menargetkan capaian Silver Play Button YouTube sebagai simbol komitmen dalam memperluas jangkauan komunikasi publik. “Bukan soal popularitas atau monetisasi, tetapi soal solidaritas antar KPU kabupaten/kota. Kami ingin menunjukkan bahwa kolaborasi digital juga bisa memperkuat kelembagaan,” ungkapnya. Menariknya, KPU Cirebon juga bekerja sama dengan sejumlah kafe lokal yang memberikan voucher kopi bagi masyarakat yang menonton dan memberikan komentar pada podcast sebagai bentuk apresiasi dan dukungan publik. Dalam kesempatan yang sama, Hedi Ardia mengingatkan pentingnya memilih sudut pandang publik dalam produksi konten. “Kita sering membuat konten dari perspektif penyelenggara, padahal belum tentu itu yang ingin didengar masyarakat. Gunakan cara pandang masyarakat, kemas isu KPU dengan hal-hal yang sedang relevan dan dekat dengan mereka,” ujarnya. Ia mencontohkan, ketika isu publik sedang ramai membicarakan topik tertentu seperti game online atau isu keterbukaan informasi, KPU dapat mengambil bagian dengan sudut pandang edukatif. “Podcast jangan hanya muncul di musim pemilu, tapi hadir di tengah keseharian warga. Bicarakan literasi politik dengan cara ringan, menarik, dan mudah dicerna,” tambahnya. Sementara itu, Abdullah Sapi’i memberikan apresiasi khusus. “Menurut saya, podcast terbaik di lingkungan KPU se-Jawa Barat saat ini adalah Podcast KPU Kabupaten Cirebon. Bukan hanya karena kualitasnya, tapi karena konsistensinya — tayang rutin, aktif, dan terus hidup hingga hari ini. Itu luar biasa,” ungkapnya. Ia juga menyoroti pentingnya menyasar generasi muda sejak dini. “Pemilih 2029 saat ini berusia sekitar 14 tahun. Karena itu, KPU harus hadir di sekolah-sekolah, memperkenalkan demokrasi dengan pendekatan yang menyenangkan. Selain menyiapkan pemilih, kita juga sedang menyiapkan calon penyelenggara pemilu masa depan,” jelasnya. Abdullah menambahkan, hampir 85% penyelenggara pemilu di periode berikutnya adalah orang baru. Karena itu, pendidikan kepemiluan harus dimulai sejak sekarang agar lahir generasi penyelenggara yang adaptif, teliti, dan berintegritas. Acara ditutup dengan refleksi dan doa bersama. Suasana hangat terasa menyelimuti seluruh ruangan — sebuah perayaan bukan hanya atas usia podcast yang genap setahun, tetapi juga atas semangat yang terus hidup: semangat kolaborasi, inovasi, dan komitmen untuk membawa KPU semakin dekat dengan masyarakat melalui ruang digital yang kreatif dan bermakna.

KPU se-Jawa Barat Teguhkan Komitmen Cegah Kekerasan Seksual

Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguatan kelembagaan di lingkungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus digencarkan. KPU Provinsi Jawa Barat bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jawa Barat terus mendorong penguatan SDM dan kelembagaan penyelenggara pemilu. Komitmen itu diwujudkan melalui Rapat Koordinasi KPU se-Jawa Barat Semester II Tahun 2025, yang dirangkai dengan Launching Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan KPU, Jumat (24/10), di Aula Setia Permana, Kota Bandung. Ketua Divisi SDM, Organisasi, Pendidikan dan Pelatihan, serta Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPU RI, Parsadaan Harahap, dalam arahannya menegaskan bahwa keberadaan Satgas bukan sekadar simbol, tetapi wujud nyata tanggung jawab kelembagaan. “Satgas ini harus aktif menjalankan fungsi monitoring dan memberikan solusi atas setiap laporan yang muncul. Ini tentang membangun lembaga dengan kesungguhan dan tanggung jawab,” tegasnya. Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Ahmad Nur Hidayat, membuka kegiatan dengan menegaskan pentingnya membangun budaya belajar yang adaptif di tubuh KPU. “Penguatan SDM harus dilakukan secara berkelanjutan. Setiap arahan dan hasil pembelajaran perlu diadopsi agar lembaga ini semakin maju dan memiliki ketahanan yang kuat,” ujarnya. Sementara itu, Sekretaris Bakesbangpol Provinsi Jawa Barat, Rumondang Rumapea, menekankan pentingnya keselarasan antara pengembangan SDM dan lingkungan kerja yang aman. Ia menegaskan bahwa pembentukan Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual menjadi bukti keseriusan KPU dalam menciptakan budaya organisasi yang sehat. “Kami siap bersinergi dan mendukung setiap langkah KPU dalam memperkuat kualitas SDM yang berintegritas dan berkeadilan,” ucapnya. Dalam sesi diskusi, Ketua Divisi SDM sekaligus Ketua Satgas Perlindungan Kekerasan Seksual KPU Provinsi Jawa Barat, Abdullah Sapi’i, menegaskan pentingnya pembentukan unit pencegahan di tingkat kabupaten/kota. Ia mendorong agar seluruh KPU rutin melakukan rapat pleno, pelatihan internal, serta sosialisasi daring untuk memperluas pemahaman mengenai isu kekerasan seksual dan penguatan SDM. Senada dengan itu, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Jawa Barat sekaligus Anggota Satgas Perlindungan Kekerasan Seksual, Aneu Nursifah, menjelaskan berbagai bentuk kekerasan seksual di lingkungan kerja—baik fisik maupun nonfisik—yang sering kali dianggap sepele namun merupakan pelanggaran serius. Ia menekankan pentingnya edukasi dan pelaporan agar setiap kasus dapat ditangani secara cepat dan tegas. Sementara itu, Ketua Satgas Perlindungan Kekerasan Seksual UNPAD, Ari J. Adipurwawidjana, memaparkan prinsip dasar penanganan kekerasan seksual, di antaranya keberpihakan pada korban, independensi, keadilan gender, dan kehati-hatian dalam setiap keputusan. Ia juga menjelaskan berbagai saluran pelaporan, mulai dari email, hotline, hingga platform digital seperti media sosial dan situs web. Dari perspektif eksternal, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Pusat, Kaka Suminta, menyoroti pentingnya inovasi dan koordinasi sebagai kunci keberhasilan kinerja SDM KPU. Ia juga mengingatkan bahwa tantangan ke depan menuntut adaptasi terhadap transformasi digital, analisis data SDM, dan peningkatan kesejahteraan pegawai. Menutup kegiatan, Ketua Divisi Sosdiklih dan Parmas KPU Provinsi Jawa Barat Hedi Ardia, mengajak seluruh jajaran KPU untuk terus belajar dan memperbaiki diri di tengah tantangan yang ada. “Satgas anti kekerasan seksual bukan sekadar amanat peraturan, melainkan manifestasi dari kesadaran moral kelembagaan. Satgas harus menjadi garda empati dan perlindungan bagi korban,” pungkasnya. Kegiatan ini diikuti KPU Kabupaten/Kota se-Jawa Barat. Dari KPU Kabupaten Cirebon, hadir Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM, Masyhuri Abdul Wahid, Kepala Subbagian Partisipasi Masyarakat dan SDM, Intan Sugihartini, Kepala Subbagian Teknis dan Hukum, Albet Giusti serta staf dan operator kepegawaian.

KPU Kabupaten Cirebon Hadiri Pendidikan Politik DPD Partai Nasdem Kabupaten Cirebon

Cirebon — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon memenuhi undangan DPD Partai Nasdem Kabupaten Cirebon sebagai narasumber dalam agenda Pendidikan Politik, Senin (20/10), di RM Roso Echo, Talun. Kegiatan yang dikemas dalam bentuk workshop ini membahas arah baru penyelenggaraan Pemilu pasca Putusan MK Nomor 135 Tahun 2024 yang memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Cirebon, Asep Zaenudin Budiman, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menelaah secara komprehensif implikasi Putusan MK terhadap desain penyelenggaraan Pemilu 2029. Melalui forum diskusi, tanya jawab, dan dialog interaktif, para peserta diharapkan dapat mengidentifikasi tantangan teknis, institusional, dan politik yang mungkin muncul akibat pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Selain itu, workshop ini juga diarahkan untuk menyusun rekomendasi kebijakan serta langkah strategis bagi penyelenggara Pemilu, legislator, dan pemangku kepentingan agar pelaksanaan Pemilu 2029 dapat berjalan lebih demokratis, efektif, dan akuntabel. Kegiatan ini juga diharapkan mampu meningkatkan literasi politik dan partisipasi publik melalui dialog terbuka serta memperkuat jejaring antaraktor kepemiluan, seperti organisasi masyarakat sipil, media, dan akademisi. Diskusi panel diawali dengan Keynote Speech bertema “Pemilu dan Pembangunan Politik Daerah” yang disampaikan oleh Wakil Bupati Cirebon, Agus Kurniawan Budiman. Agus Kurniawan mengapresiasi terselenggaranya kegiatan ini sebagai bentuk komitmen dalam membangun kesadaran politik masyarakat. Ia berharap, sinergi antara partai politik, penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat dapat terus diperkuat untuk mewujudkan demokrasi yang lebih matang dan partisipatif. Selanjutnya, Dekan FISIP Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Cirebon, Dr H Ade Setiadi, mengulas Implikasi Yuridis dan Konstitusional dari Putusan MK serta Dampak Pemisahan Pemilu terhadap Stabilitas Politik, Efektivitas Lembaga Legislatif dan Eksekutif. Ia menegaskan bahwa meskipun putusan MK bersifat final dan mengikat, pelaksanaannya tetap memerlukan dasar hukum turunan berupa peraturan baru. Sementara itu, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Kabupaten Cirebon, Apendi SE mengapresiasi kegiatan tersebut. Mengingat UU No 2 tahun 2008, UU No 2 tahun 2011 tentang partai politik bahwa tugas parpol antara lain melakukan pendidikan politik. Dalam materinya, Ia memaparkan seputar sistem Pemilu yang didalamnya juga membahas tentang daerah pemilihan (dapil). Menurutnya, bicara sistem pemilu maka ada 2 hal yang menjadi perhatian yaitu how votes are cast (bagaimana suara itu diberikan) dan alocated seats (alokasi kursi). "Pada Pemilu 1999 sistem pemilu yang dipakai adalah proporsional daftar tertutup. Kemudian mulai Pemilu 2004, 2009, 2014, 2019 dan 2024 menggunakan sistem proporsional daftar terbuka. Kemudian juga ada parlementary threshold atau ambang batas parlemen," paparnya. Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban pihaknya selalu berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya pada Pemilu 2019 dan 2024, rujukan regulasinya adalah UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Apendi juga menjelaskan pentingnya penyusunan daerah pemilihan (Dapil) dengan memperhatikan prinsip-prinsipnya yang diatur di Pasal 185 UU No 7 Tahun 2017 yaitu kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama,  kohesivitas dan berkesinambungan.  "Jumlah 7 dapil dan komposisi kecamatannya pada Pemilu 2024 telah melalui proses panjang, termasuk juga kami melibatkan partisipasi publik melalui FGD dan uji publik. Karena itu adalah bagian dari 11 prinsip penyelenggaraan yang diatur di Pasal 3 UU No 7 tahun 2017 yaitu terbuka, profesional, akuntabel, ungkapnya. Pada kesempatan itu, Apendi juga menyampaikan data dari Disdukcapil terkait jumlah penduduk seluruh Kecamatan (DAK 2) di Kabupaten Cirebon pada semester 1 tahun 2024 sebanyak 2.452.563 jiwa dan semester 1 tahun 2025 sebanyak 2.509.723 jiwa. "Data ini menjadi unsur penting dalam penyusunan dapil. Dari data tersebut (perbandingan year to year) pertumbuhan penduduk dalam satu tahun diangka 57.160 jiwa atau tumbuh 2,33 persen. Apakah nanti di semester 1 tahun 2027, jumlah penduduk Kab Cirebon mencapai 3 juta lebih, bisa dihitung berdasarkan data awal tersebut," tuturnya. Ia menambahkan ketika jumlah penduduk Kab Cirebon mencapai 3 juta jiwa lebih, maka alokasi kursinya menjadi 55 kursi. "Sesuai pasal 191 UU No 7 tahun 2017," tambah dia. Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi terbuka.