Galeri Foto Kegiatan

Kawal Hak Pilih Pekerja Migran, KPU Intensifkan Komunikasi dengan P4MI

KPU Kabupaten Cirebon melakukan kunjungan audiensi ke Kantor Pos Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Cirebon pada Kamis (20/11). Hadir dalam rombongan, Ketua KPU Kabupaten Cirebon Esya Karnia Puspawati, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM Masyhuri Abdul Wahid, Sekretaris Andartua Sinaga, serta jajaran Kepala Subbagian dan staf. Dalam pertemuan tersebut, Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati memulai dengan menyampaikan pentingnya koordinasi antara KPU dan P4MI, terutama terkait isu pemilih di luar negeri yang sempat muncul dalam perselisihan hasil Pilkada sebelumnya. “Kami merasa perlu melakukan koordinasi langsung dengan P4MI,” ujar Esya. “Pada gugatan Pilkada kemarin, ada materi yang berkaitan dengan pemilih yang berstatus pekerja migran Indonesia. Karena itu, kita perlu menyamakan data dan menginventarisasi pekerja migran. Tidak hanya itu, kita juga melihat peluang kerja sama dalam hal sosialisasi bagi calon pekerja migran,” lanjutnya. Esya menambahkan bahwa akurasi data sangat berpengaruh pada tingkat partisipasi masyarakat. “Untuk Pilpres ada Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), tetapi untuk Pilkada tidak. Padahal datanya tetap berdampak pada angka partisipasi. Karena itu kami memohon ruang untuk bisa menyampaikan edukasi mengenai hak pilih, terutama bagi mereka yang akan berangkat ke luar negeri,” terangnya. Pihak P4MI menyambut baik pemaparan tersebut. Kepala P4MI Cirebon, Budi Susanto, menyampaikan bahwa ini adalah kali pertama P4MI menerima kunjungan dari penyelenggara Pemilu, sehingga menjadi pengalaman baru dan penting bagi mereka. Budi menjelaskan bahwa selama ini memang terdapat beberapa kendala terkait Surat Keterangan Pindah Luar Negeri (SKPLN) dan proses administrasi lainnya. “Kami juga sering menghadapi kendala SKPLN,” kata Budi. “Termasuk koordinasi dengan Disdukcapil, karena tidak semua proses bisa dilakukan secara kolektif. Ada ketentuan yang harus dipenuhi calon pekerja secara personal, misalnya terkait KTP atau SKPWNI. Kadang hal-hal seperti ini membuat data tidak sinkron,” tambahnya. Terkait ruang kolaborasi, Budi menjelaskan bahwa P4MI Cirebon rutin menyelenggarakan OPP (Orientasi Pra-Pemberangkatan), sebuah sesi pembekalan satu hari untuk calon pekerja migran. “Jika KPU ingin memberikan sosialisasi, OPP bisa menjadi ruang yang sangat memungkinkan,” jelasnya. “Kami juga sudah membuka kesempatan bagi pihak eksternal dan lembaga lain. Jadi KPU pun sangat dipersilakan memanfaatkan forum itu.” Esya kemudian menegaskan bahwa pihaknya tidak menangani eksekusi administrasi kependudukan, namun fokus pada edukasi agar calon pekerja migran memahami pentingnya data kependudukan yang valid. “Kami tidak mengurus SKPLN atau proses teknis lainnya,” kata Esya. “Namun kami ingin memastikan mereka sadar bahwa data kependudukan yang akurat berpengaruh pada hak pilih mereka. Data yang tidak valid akan berdampak pada angka partisipasi, bahkan potensi pemborosan anggaran negara,” sambungnya.  P4MI mengapresiasi penjelasan tersebut dan menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi lebih erat. “Kami setuju bahwa akurasi data itu penting,” ungkap Kepala P4MI. Ke depan, kita bisa terus berkomunikasi agar data pekerja migran yang berangkat dapat ditindaklanjuti oleh Disdukcapil dan pihak-pihak terkait. Yang jelas, ruang kolaborasinya cukup terbuka,” ujar Budi. Pertemuan ditutup dengan komitmen bersama untuk meningkatkan edukasi, memperkuat koordinasi, dan membuka jalur komunikasi lanjutan demi mendukung pemutakhiran data dan peningkatan partisipasi masyarakat, khususnya dari kelompok pekerja migran.

Pemilih Muda Dominan di Medsos, KPU Matangkan Strategi Konten Sosialisasi

Di tengah tingginya aktivitas masyarakat di media sosial—lebih dari tiga jam setiap hari—ruang digital kini menjadi kanal paling efektif bagi KPU untuk menyampaikan informasi Pilkada. Bukan sekadar wadah hiburan, media sosial telah menjelma menjadi jalur cepat untuk menyebarkan jadwal, tahapan, dan berbagai informasi resmi secara real-time. Hal ini disampaikan Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kabupaten Cirebon, Masyhuri Abdul Wahid dalam pemaparannya sebagai narasumber pada kegiatan Parmas Insight Chapter #7 dengan tema "Peran Media Sosial dalam Sosialisasi Pilkada (Pengelolaan Akun Medsos agar Engaging & Informatif) yang digelar KPU Provinsi Jawa Barat, Rabu (19/11). Masyhuri menjelaskan bahwa pemilih muda—yang sekaligus menjadi pengguna medsos paling aktif—sangat dipengaruhi oleh konten kreatif dan edukatif. “TikTok dan Instagram adalah pintu utama mereka. Sementara YouTube dan Facebook lebih efektif menjangkau Gen X dan kelompok usia yang lebih senior. Memahami karakter setiap platform itu penting agar pesan KPU sampai kepada audiens yang tepat,” jelasnya. Ia juga menekankan bahwa media sosial berperan besar dalam membangun kepercayaan publik. “Publikasi kegiatan, dokumentasi proses, sampai respons cepat terhadap isu adalah bentuk keterbukaan. Di era banjir informasi, komunikasi proaktif sangat penting untuk menangkal hoaks atau klaim palsu yang bisa merusak citra lembaga,” ujarnya. Menurutnya, kekuatan utama media sosial justru ada pada interaksi dua arah. “Akun resmi harus menjadi ruang dialog. Respons yang cepat, bahasa yang ramah, dan visual yang konsisten akan membuat masyarakat merasa dekat. Prinsip STOC—sharing, transparency, openness, collaboration—harus diterapkan,” kata Masyhuri. Untuk memastikan efektivitas, ia menegaskan bahwa jadwal posting terstruktur adalah kunci agar informasi Pilkada tersampaikan tepat waktu. Kalender konten harus ditetapkan dalam pleno, dipantau prosesnya, dan mengikuti kerangka “Circular Model of SOME”—Share, Optimize, Manage, dan Engage. Dukungan internal juga penting, karena penyebaran informasi tidak bisa hanya bertumpu pada divisi humas. Kolaborasi strategis menjadi penguat jangkauan. Kerja sama dengan komunitas, influencer lokal, dan sesama akun resmi KPU membantu memperluas narasi netral dan informatif, seperti kolaborasi KPU Kabupaten Cirebon dengan komunitas Konten Kreator Cirebon. Monitoring insight berfungsi sebagai alat evaluasi. Data jangkauan dan engagement menjadi dasar penyempurnaan strategi, sementara respons cepat berbasis data resmi diperlukan untuk menghadapi hoaks atau krisis informasi. Semua ini hanya berjalan efektif jika didukung SDM yang mumpuni. Karena itu, pelatihan komunikasi digital dan kebijakan medsos harus rutin dilakukan, disertai tim khusus yang menangani konten, analitik, engagement, dan manajemen krisis. Mengakhiri pemaparan, Masyhuri menekankan bahwa pengelolaan media sosial harus berpegang pada prinsip etika dan regulasi. Netralitas wajib dijaga agar akun tetap bebas dari keberpihakan dan menjaga integritas lembaga. Konten perlu disajikan secara informatif tanpa memicu polarisasi, sehingga ruang digital tetap kondusif. Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jawa Barat, Hedi Ardia membuka kegiatan dengan menyampaikan bahwa meeting hari ini istimewa karena menghadirkan narasumber dari luar Jawa Barat sebagai bentuk pengayaan, bukan hanya berkutat di sekitar Jawa Barat saja tetapi juga mendengarkan pengalaman dari provinsi lain. Ia menekankan bahwa tema hari ini berbeda dengan sebelumnya, fokus pada pengelolaan media sosial yang masih belum maksimal di hampir semua kabupaten/kota. Padahal pengguna internet sudah di atas 200 juta dan media sosial telah menjadi kanal utama masyarakat untuk menyebarkan informasi secara cepat dan luas. Hedi menegaskan bahwa KPU sebagai lembaga publik jangan sampai kalah dalam persaingan narasi di media sosial, karena jika dibiarkan informasi yang salah atau hoaks berkembang, hal tersebut bisa mengancam demokrasi. Beliau berharap diskusi ini dapat menguatkan pemahaman dan memperbaiki pengelolaan media sosial ke depannya. Diskusi ini semakin kaya dengan kehadiran narasumber dari KPU Kabupaten Bandung Barat dan keynote speaker dari KPU Provinsi Jawa Tengah. Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jawa Tengah, Akmalia mengemukakan bahwa media sosial kini memegang peran yang semakin penting dalam sosialisasi Pilkada. Ia menegaskan bahwa media sosial bukan lagi ruang komunikasi yang kaku. Platform digital telah berubah menjadi wadah sosialisasi, edukasi, sekaligus sarana membangun citra dan kepercayaan publik terhadap lembaga KPU. Menurutnya, setiap platform digital memiliki karakter dan audiens yang berbeda. “X, Instagram, TikTok—semuanya punya gaya komunikasi yang tidak sama. Karena itu, kunci pengelolaan media sosial adalah memahami karakter platform dan membuat konten yang kreatif, mudah dipahami, dan menarik, apalagi untuk pemilih muda,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa media sosial kini menjadi alat penting bagi penyelenggara Pemilu. “Melalui media sosial, kita bisa membangun kepercayaan publik, membuka ruang partisipasi, melawan hoaks dengan cepat, sekaligus menjalankan kampanye edukasi dan sosialisasi secara lebih luas,” terangnya. Di akhir pemaparan, Akmalia menekankan pentingnya adaptasi dalam berkomunikasi. “Gaya komunikasi harus disesuaikan dengan audiens dan kearifan lokal. Ketika kita berbicara dengan cara yang dekat dengan masyarakat, pesan KPU akan lebih mudah diterima,” tutupnya. Sementara itu, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kabupaten Bandung Barat, Deni Firman Rosadi membuka pemaparannya dengan menegaskan bahwa pengelolaan media sosial hari ini harus benar-benar memahami cara kerja platform digital. “Kalau kita ingin konten KPU dilihat, disukai, dan dibagikan, kita harus mengerti dulu bagaimana algoritma bekerja,” ujarnya. Menurutnya, algoritma selalu memilih konten yang membuat pengguna betah dan bertahan lama. “Konten yang ditonton sampai selesai, cepat dapat interaksi, sering dibagikan secara personal, dan berasal dari akun yang aktif—itu yang paling disukai algoritma,” jelasnya. Ia kemudian membahas format konten yang paling efektif, terutama di Instagram dan TikTok. “Reels itu senjata utama. Durasi terbaik hanya 7 sampai 12 detik, tapi harus punya hook kuat di detik pertama supaya penonton penasaran,” katanya. Ia juga menyarankan penggunaan musik trending, teks besar untuk penonton yang menonton tanpa suara, visual yang dinamis, serta narasi pendek yang tetap edukatif. Terkait waktu terbaik mengunggah konten, Deni menekankan pentingnya mengikuti ritme aktivitas masyarakat. “Posting pagi sebelum sekolah atau kerja, saat istirahat siang, dan setelah magrib sampai malam. Itu jam-jam emas,” ungkapnya. Ia juga memberikan panduan frekuensi posting yang ideal agar akun tetap aktif tanpa terasa berlebihan: Reels 3–5 kali seminggu, Story setiap hari, postingan feed 1–2 kali seminggu, dan sesi Live minimal sebulan sekali. Di bagian akhir, Deni menekankan bahwa engagement tidak selalu bergantung pada visual yang keren, tetapi pada pendekatan yang tepat. “Kuncinya itu kolaborasi dan konten yang humanis. Sampaikan hal penting dengan cara yang akurat, ringan, dan dekat dengan masyarakat. Itu yang membuat orang mau kembali lagi melihat akun kita,” ujarnya.

Ciptakan Lingkungan Kerja Sehat, KPU Tegaskan Komitmen Pencegahan Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual memiliki cakupan yang lebih spesifik dibandingkan pelecehan seksual. Salah satu aspek penting dalam kekerasan seksual adalah adanya relasi kuasa.   Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati, pada kegiatan In House Training (IHT) bertema Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Jumat (14/11) di Aula Pangeran Walangsungsang. Kegiatan ini diikuti oleh Ketua dan Anggota KPU, Sekretaris, para kepala subbagian, serta seluruh staf sekretariat. Esya menyinggung belum adanya petunjuk teknis pembentukan satgas pencegahan kekerasan seksual di lingkungan KPU kabupaten/kota. Meski demikian, pembentukan satgas di tiap satuan kerja tetap dimungkinkan dan tidak bertentangan dengan aturan, mengingat luasnya unsur yang berada di bawah koordinasi KPU. Ia kemudian memaparkan data realtime dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan per 1 Januari 2025. Hingga saat ini, tercatat 27.696 laporan kekerasan seksual—terdiri dari data terverifikasi dan data yang baru masuk. Dari jumlah tersebut, 5.870 korban merupakan laki-laki, sementara korban perempuan mencapai 23.640 orang. “Angka tersebut kemungkinan hanya “puncak gunung es”, karena tidak semua korban berani atau mampu melapor,” ujarnya. Data tersebut juga menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan angka kekerasan seksual yang meningkat. Kondisi ini, menurutnya, menjadi salah satu alasan penting bagi KPU untuk mengambil langkah progresif dalam pencegahan kekerasan seksual, termasuk bagi jajaran penyelenggara pemilu yang memiliki kerentanan tertentu dalam struktur kerja. Esya menambahkan, hukum di Indonesia masih sangat bergantung pada visum dalam pembuktian kasus kekerasan seksual, sehingga pengalaman korban yang bersifat nonfisik sering kali tidak terakomodasi. “Mari sama-sama kita memahami bahwa korban bisa berasal dari gender apa pun dan bahwa relasi kuasa sering menjadi faktor yang memicu terjadinya kekerasan,” jelasnya. Menutup pengantar, ia berharap pemahaman ini dapat menjadikan KPU Kabupaten Cirebon sebagai lembaga yang berperan aktif dalam upaya pencegahan kekerasan seksual. “Mari kita belajar bersama, memahami isu ini dengan jernih, dan menjadikan lingkungan kerja kita lebih aman dan berintegritas,” tutupnya. Sebagai narasumber, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kabupaten Cirebon, Masyhuri Abdul Wahid, menyampaikan bahwa pemahaman mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh jajaran KPU. Ia menegaskan bahwa materi ini tidak hanya relevan sebagai kebijakan internal, tetapi juga sebagai upaya membangun lingkungan kerja yang aman, sehat, dan bermartabat. Ia kemudian menjelaskan satu per satu bentuk kekerasan seksual dengan bahasa yang lugas. Menurutnya, pelecehan seksual fisik adalah setiap tindakan bernuansa seksual yang melibatkan kontak fisik tanpa persetujuan korban. Ia mencontohkan, “Meraba, memeluk secara seksual, atau memaksa seseorang melakukan gerakan yang tidak pantas—semua itu termasuk pelecehan yang dampaknya sangat besar bagi korban.” Masyhuri juga menekankan bahwa pelecehan seksual nonfisik tidak boleh dianggap sepele. Ia menyampaikan bahwa komentar bernada seksual, candaan yang merendahkan, tatapan tidak pantas, atau pesan bernuansa seksual tetap termasuk kekerasan karena mengganggu kenyamanan dan kesehatan psikologis korban. Ia menambahkan bahwa tindakan ini sering kali dianggap ringan, padahal efeknya bisa membuat korban kehilangan rasa aman. Lebih lanjut, ia menjelaskan mengenai pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan sterilisasi. Dalam penyampaiannya, ia menegaskan bahwa pemaksaan terhadap tubuh seseorang, baik penggunaan maupun penghentian kontrasepsi, termasuk tindakan pelanggaran hak reproduksi. “Ketika seseorang dipaksa menggunakan alat kontrasepsi atau bahkan menjalani sterilisasi tanpa persetujuannya, maka itu merupakan bentuk kekerasan seksual yang sangat serius,” jelasnya. Terkait pemaksaan perkawinan, Masyhuri menjelaskan bahwa tindakan ini dapat terjadi melalui tekanan keluarga, adat, ekonomi, maupun ancaman langsung. Ia mengingatkan bahwa perkawinan anak maupun perkawinan yang terjadi karena paksaan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi dan berdampak panjang pada masa depan korban. Dalam bagian lain, ia menyampaikan bahwa penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual merupakan bentuk kekerasan yang umumnya disertai kekuasaan dan kontrol penuh oleh pelaku. “Pada titik ini, korban tidak hanya mengalami penderitaan fisik, tetapi juga mental dan emosional. Mereka kehilangan kebebasan, harga diri, bahkan hak dasar sebagai manusia” ujarnya. Masyhuri juga menyoroti maraknya kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). Ia menjelaskan bahwa tindakan seperti penyebaran foto atau video pribadi tanpa izin, ancaman seksual melalui pesan, pemerasan digital, dan grooming terhadap anak adalah bentuk kekerasan yang kini semakin sering terjadi. Menurutnya, penggunaan teknologi perlu dibarengi dengan kesadaran etika dan perlindungan diri. Menutup penyampaiannya, Masyhuri mengajak seluruh peserta untuk lebih peka dan peduli. “Saya berharap kita semua dapat memahami materi ini bukan hanya sebagai teori, tetapi sebagai pedoman dalam bekerja. Kita harus berani menolak, mencegah, dan melaporkan setiap tindakan yang berpotensi menjadi kekerasan seksual,” pungkasnya. Dalam sesi penutup kegiatan IHT ini, Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati, menyampaikan sejumlah rekomendasi penting terkait penguatan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan KPU. Esya menekankan bahwa Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual perlu memperhatikan beberapa hal sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini. Ia menyampaikan, pertama, Satgas perlu membentuk mekanisme perlindungan bagi saksi dan korban, sehingga keduanya dapat merasa aman dan terlindungi ketika melaporkan atau memberikan keterangan terkait kasus kekerasan seksual. Kedua, Satgas diharapkan mampu memperjelas dan mempertegas jenis-jenis perkara kekerasan seksual yang menjadi kewenangannya. Dengan demikian, proses penanganan dapat berjalan lebih terarah, sesuai pedoman, dan menghindari kerancuan dalam menindaklanjuti laporan. Ketiga, Esya menyebut bahwa isu kekerasan seksual merupakan pekerjaan rumah bersama yang membutuhkan kesadaran kolektif. Ia mengajak seluruh jajaran KPU Kabupaten Cirebon untuk meningkatkan kepedulian, memperkuat pemahaman, serta menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan. Sebagai bentuk komitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan bebas dari kekerasan seksual, KPU Kabupaten Cirebon telah membentuk Unit Pencegahan Kekerasan Seksual. Unit ini berperan mendukung kinerja Satgas dalam upaya pencegahan sekaligus penanganan kasus kekerasan seksual, sehingga perlindungan terhadap seluruh jajaran penyelenggara pemilu dapat berjalan lebih optimal. Melalui kegiatan IHT ini, KPU Kabupaten Cirebon sekaligus melakukan sosialisasi mengenai UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sebagai dasar hukum penting dalam upaya pencegahan dan penegakan penanganan kekerasan seksual di lingkungan lembaga.

Validkan Data Pemilih, KPU Cirebon Turun Langsung ke Sedong Kidul dan Karangwuni

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon melaksanakan Pencocokan dan Penelitian Terbatas (Coktas) di Desa Sedong Kidul dan Desa Karangwuni, Kecamatan Sedong, Rabu (12/11). Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) yang bertujuan memastikan data pemilih tetap akurat, mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan menjelang Pemilu 2029. Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati, menjelaskan bahwa Coktas kali ini untuk memverifikasi pemilih yang teridentifikasi sudah pindah domisili dan belum memperbarui data kependudukan. “Jika datanya sesuai, maka akan tetap terdaftar sebagai pemilih. Namun jika ditemukan ketidaksesuaian, data tersebut akan dilakukan perbaikan dan kami coret dari daftar pemilih,” ungkap Esya. Ia menambahkan, kegiatan Coktas tahun ini dilakukan dua kali dengan melibatkan perangkat desa dan masyarakat setempat. “Atas nama pribadi dan lembaga, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak, terutama warga Sedong Kidul yang telah berpartisipasi aktif. Berdasarkan hasil sementara, hanya ada satu data yang tidak valid, dan itu pun dapat segera diperbaiki berkat proses pencocokan ini,” ujarnya. Esya juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Pemerintah Desa dan semua pihak yang membantu kelancaran kegiatan. “Mari bersama-sama kita wujudkan data pemilih yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya. Sementara itu, Kuwu Desa Sedong Kidul, Ahmad Saehu, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan kegiatan tersebut. “Kami menyambut baik kegiatan Coktas ini karena sangat penting dalam memastikan data kependudukan dan data pemilih benar-benar sesuai dengan kondisi sebenarnya,” ujarnya. Ia juga menyoroti tantangan di lapangan, seperti perbedaan alamat antara data kependudukan dan domisili faktual. “Misalnya, warga yang bekerja atau menetap sementara di luar daerah seperti Jakarta, sehingga sulit ditemukan saat pendataan. Namun hal itu bukan hambatan, melainkan tantangan yang harus kita selesaikan bersama agar data yang dihasilkan semakin akurat,” jelasnya. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Kabupaten Cirebon, Khairil Ridwan, menyampaikan apresiasi atas dukungan penuh dari Pemerintah Desa Sedong Kidul. “Fasilitas yang disediakan sangat membantu pelaksanaan kegiatan ini. Pemutakhiran data pemilih adalah bagian fundamental dari proses demokrasi,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa daftar pemilih yang akurat merupakan instrumen penting untuk menjamin hak-hak warga negara agar dapat menggunakan hak pilihnya. “Setiap warga negara yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah berhak terdaftar sebagai pemilih. Melalui kegiatan seperti ini, kita terus memperbaiki kualitas data di tingkat desa hingga kabupaten,” ungkapnya. “Kami juga menyampaikan apresiasi kepada Bawaslu dan Disdukcapil yang terus berkoordinasi dengan KPU dalam setiap proses pembaruan data. Semoga sinergi ini terus berlanjut hingga pelaksanaan Pemilu 2029 nanti,” tambahnya. Anggota Bawaslu Kabupaten Cirebon, Maryam Hito menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai bagian dari tahapan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB). “Setiap tahun kita selalu menghadapi tantangan berupa perubahan data kependudukan — seperti perpindahan, kematian, atau perubahan status pernikahan. Karena itu, kegiatan seperti ini sangat krusial untuk memastikan data pemilih benar-benar mencerminkan kondisi faktual,” jelasnya. Maryam menegaskan bahwa data pemilih yang valid adalah fondasi utama demokrasi. “Melalui kegiatan seperti ini, kita memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak pilih terdaftar dengan benar dan tidak ada yang terlewat. Kami mengapresiasi kerja keras KPU Kabupaten Cirebon serta dukungan dari Pemerintah Desa Sedong Kidul. Semoga ini menjadi langkah nyata menuju Pemilu 2029 yang berkualitas, inklusif, dan berintegritas,” ujarnya. Hasil pelaksanaan Coktas menunjukkan satu pemilih di Desa Sedong Kidul telah berpindah domisili. Sementara itu, di Desa Karangwuni dilakukan pencocokan terhadap tiga pemilih, di mana satu orang memerlukan pembaruan elemen data karena masih tercatat menggunakan Kartu Keluarga versi lama saat coklit Pilkada 2024, sedangkan dua pemilih lainnya telah berpindah domisili. Pada kesempatan ini, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Cirebon juga hadir memberikan layanan pembuatan Identitas Kependudukan Digital (IKD) bagi warga. Layanan ini memudahkan masyarakat dalam mengakses dokumen kependudukan secara digital, sekaligus mendukung proses validasi data pemilih yang lebih cepat dan efisien. Melalui kegiatan Coktas ini, KPU Kabupaten Cirebon menegaskan komitmennya untuk terus menjaga kualitas dan validitas data pemilih sebagai fondasi utama terselenggaranya demokrasi yang jujur, inklusif, dan berintegritas.

Dari Wayang ke TikTok: KPU Jabar Ajak Gen Z Wujudkan Demokrasi yang Berbudaya

Kemeriahan budaya berpadu dengan semangat demokrasi saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Barat menggelar Pendidikan Pemilih Berkelanjutan dengan Pendekatan Budaya di SMA Negeri 1 Soreang, Selasa (11/11). Lewat kegiatan bertema “Ngajaga Budaya, Ngamumule Demokrasi, Ngawujudkeun Jabar Istimewa”, KPU Provinsi Jawa Barat menginspirasi para pelajar untuk memahami politik dan demokrasi secara bijak—mulai dari panggung wayang hingga dunia digital. Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Ahmad Nur Hidayat, dalam sambutannya mengajak para siswa Gen Z untuk aktif berkolaborasi dengan KPU dalam menyebarkan semangat demokrasi dengan cara yang kreatif. “KPU senang banget kalau Gen Z bisa kolaborasi. Kalian ini generasi yang multitasking—bisa belajar sambil nonton YouTube, sambil live di TikTok. Nah, kenapa nggak sekalian bikin konten tentang demokrasi yang seru dan bermanfaat?” ujarnya disambut tawa dan antusiasme para siswa. Ia juga mengingatkan pentingnya etika berkomunikasi di era digital. “Demokrasi itu dimulai dari hal-hal kecil, dari cara kita berkomunikasi setiap hari. Jadi, pelajar harus berkarakter, beretika, dan tentu saja Pancasilais. Jangan asal komentar di media sosial, jaga jari kita agar tidak menyebarkan hoaks,” pesannya. Ahmad Nur Hidayat pun menantang siswa-siswi untuk berkreasi membuat poster bertema “Demokrasi Sehat Versi Gen Z” serta mengajak mereka untuk memanfaatkan media sosial secara positif. Sementara itu, Sekretaris Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Barat, Rumondang Rumapea, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan inovasi pendidikan politik yang menggabungkan nilai demokrasi dan budaya lokal. “Pagelaran wayang golek hari ini bukan sekadar hiburan, tetapi media untuk menyampaikan pesan moral, kebangsaan, dan nilai-nilai demokrasi kepada generasi muda agar memahami politik dengan cara yang santun, beretika, dan berkarakter,” tuturnya. Rumondang juga mengingatkan besarnya peran generasi muda dalam menentukan masa depan demokrasi. Dari 36 juta pemilih di Jawa Barat pada Pemilu 2024, sekitar 7,5 juta di antaranya adalah pemilih pemula. “Mereka inilah masa depan bangsa. Kita harus memastikan anak-anak muda menjadi pemilih yang cerdas, arif, dan bijak dalam menentukan pilihan,” katanya. Ia menekankan pentingnya memberi ruang bagi generasi muda untuk menyuarakan pendapatnya. “Jangan takut memberi mereka ruang untuk berbicara. Libatkan anak-anak muda dalam pengambilan keputusan. Dare to speak, berani berbicara dengan cara yang santun dan elegan,” ujarnya penuh semangat. Rumondang menutup pesannya dengan mengangkat filosofi budaya lokal yang menjadi akar karakter bangsa. “Wayang mengajarkan kebenaran, kejujuran, dan pengabdian. Itu nilai-nilai luhur politik yang berintegritas. Jangan pernah lupakan budaya kita, karena di sanalah jati diri kita,” tegasnya. Agenda selanjutnya diisi dengan diskusi panel yang sarat inspirasi. Satu per satu narasumber hadir membagikan pandangan dan pengalaman mereka tentang pentingnya peran generasi muda dalam menjaga masa depan demokrasi Indonesia. Pertama, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jawa Barat, Hedi Ardia, dalam paparannya menyampaikan pesan inspiratif kepada para siswa SMA Negeri 1 Soreang. Ia mengajak generasi muda untuk memahami pentingnya peran mereka dalam menentukan arah masa depan bangsa melalui pendidikan politik sejak dini. “Ada tiga hal yang akan menentukan masa depan kalian semua,” ujarnya membuka. “Pertama, pendidikan. Kedua, pekerjaan. Dan ketiga, pemimpin yang membuat kebijakan.” Menurutnya, dua hal pertama — pendidikan dan pekerjaan — bisa diupayakan secara pribadi. Namun, hal ketiga, yaitu pemimpin yang menentukan arah kebijakan, hanya bisa ditentukan melalui proses demokrasi, yaitu pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Hedi menjelaskan perbedaan keduanya dengan lugas. “Pemilu itu memilih mereka yang membuat aturan: presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sedangkan Pilkada memilih pemimpin yang mengambil keputusan dari jarak dekat, seperti gubernur, bupati, dan wali kota,” terangnya. Ia menambahkan bahwa baik Pemilu maupun Pilkada dilaksanakan setiap lima tahun sekali. “Terakhir kita Pilkada pada 27 November 2024, yang menghasilkan Bupati Bandung saat ini, yaitu Bupati Dadang Supriyatna,” ujarnya disambut tepuk tangan para siswa. Lebih lanjut, Hedi menjelaskan peran penting KPU sebagai penyelenggara pemilu. “KPU bertugas menyiapkan seluruh proses pemilihan, memastikan suara rakyat tidak disalahgunakan, dan mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya,” jelasnya. Selain KPU, terdapat juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bertugas mengawasi jalannya proses agar tetap jujur dan adil, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang mengadili pelanggaran etik penyelenggara. Hedi pun menekankan pentingnya kesadaran bagi para siswa sebagai pemilih pemula. “Bagi yang sekarang masih berusia 15 atau 16 tahun, pada 2029 nanti sudah bisa memilih. Syaratnya mudah — berusia 17 tahun atau sudah menikah, tidak dicabut hak pilihnya, terdaftar sebagai pemilih, dan bukan anggota TNI atau Polri,” jelasnya. Ia mengajak para pelajar untuk tidak bersikap apatis terhadap politik. “Jangan membenci politik, karena tidak ada satu pun keputusan di negeri ini yang lepas dari politik. Mau sekolahnya bagus, jalanan mulus, lingkungan bersih—semuanya hasil keputusan politik,” tegasnya. Hedi menutup dengan pesan penuh semangat kepada para siswa untuk menjadi generasi yang sadar akan hak politiknya. “Rugi kalau nanti kalian tidak menggunakan hak pilih di TPS. Ingat, kalian bukan hanya penghuni masa depan, tapi penentu masa depan. Pada waktunya nanti, kalianlah yang akan berkata kepada Jawa Barat, ‘Hari ini aku menentukan pilihan untuk masa depan yang lebih baik.’” Pembicara berikutnya, Tim Optimasi Pembangunan Bandung Utama Dekranasda Kota Bandung, Anisa Nurhopipah Diastra mengangkat isu apatisme pemilih pemula. Menurutnya, banyak anak muda yang merasa suara mereka tidak berpengaruh, padahal justru sebaliknya. “Dulu waktu pertama kali punya hak pilih, saya tidak mencoblos karena berpikir satu suara saya tidak penting. Tapi ternyata salah besar. Suara yang tidak digunakan justru bisa dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingannya,” ungkapnya. Anisa juga menyoroti bahaya politik uang. “Bayangkan, dikasih uang seratus ribu tapi menderita lima tahun. Mau seperti itu? Lebih baik gunakan hak pilih dengan bijak,” ujarnya memantik refleksi peserta. Selanjutnya, Pegiat Demokrasi Kabupaten Bandung, Rangga Julian, membahas peran media sosial dalam membentuk kesadaran politik. Ia mengajak para siswa untuk mengubah algoritma media sosial mereka menjadi lebih “cerdas”. “Kalau yang sering ditonton cuma konten viral, ya berandanya akan penuh hal-hal begitu. Mulai sekarang, tonton konten politik yang positif. Kalau ada konten KPU, jangan lupa like, comment, dan share!” serunya. Narasumber terakhir, perwakilan Forum Pemuda Asia Afrika sekaligus anggota Tim Optimasi Pembangunan Bandung Utama, Priyanka Puteri Ariffia berbagi pandangannya tentang pentingnya peran anak muda dalam demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional. “Kita ini sedang memilih nahkoda bangsa. Tapi nahkoda tidak bisa bekerja sendiri. Teman-teman dengan berbagai keahlian akan menjadi bagian penting dalam membantu arah kebijakan ke depan,” tuturnya. Priyanka mengajak para siswa untuk mulai peduli dengan kebijakan publik sejak dini. “Politik bukan hanya soal kekuasaan, tapi tentang arah kebijakan. Apa yang kalian lakukan hari ini akan membentuk masa depan negeri ini. Gunakan masa muda untuk belajar, berkembang, dan berani berpendapat,” pungkasnya. Diskusi ditutup dengan suasana penuh semangat. Para siswa tampak antusias bertanya dan berdiskusi. Kegiatan ini semakin meriah dengan Pagelaran Wayang Demokrasi persembahan Bala Putra Giriharja 2 oleh Ki Dalang Yuda Deden Kosasih Sunarya, berkolaborasi dengan komedian Ohang. Selain Kepala Sekolah SMA Negeri se-Kabupaten Bandung, kegiatan ini turut diikuti oleh perwakilan KPU Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, termasuk Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kabupaten Cirebon, Masyhuri Abdul Wahid.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Sebut Pengembalian Sisa Dana Hibah Jadi Prestasi KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon mencatatkan kinerja anggaran yang impresif setelah mengembalikan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) dana hibah Pilkada Tahun 2024 sebesar Rp15,6 miliar ke Kas Daerah. Kinerja efisiensi ini mendapat pujian langsung dari Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Cirebon, Nana Kencanawati, dalam audiensi antara kedua lembaga pada Rabu (5/11) di Ruang Rapat Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon. Nana menyebut pengembalian dana fantastis dari total Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) sebesar Rp70 miliar tersebut sebagai sebuah prestasi yang luar biasa dan patut diapresiasi oleh semua pihak. "Saya anggap bahwa anggaran yang sudah diberikan terlalu kurang, tetapi sebenarnya malah efisiensi begitu luar biasa sehingga SiLPA begitu besar. Ini sebetulnya suatu prestasi yang baru barangkali di KPU pada periode ini," puji Nana Kencanawati. Pada kesempatan ini, Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati menjelaskan secara rinci latar belakang dan mekanisme efisiensi anggaran yang dilakukan selama tahapan Pilkada 2024. Menurutnya, langkah-langkah penghematan tersebut dilakukan tanpa mengurangi kualitas dan integritas penyelenggaraan pemilihan. Efisiensi paling besar, lanjut Esya, terjadi pada aspek teknis penyelenggaraan. Salah satunya adalah perbedaan signifikan dalam jumlah pasangan calon; meskipun perencanaan penganggaran dialokasikan untuk tujuh pasangan calon, pada akhirnya hanya empat pasangan yang resmi mendaftar. Selain itu, tidak adanya pasangan calon yang mendaftar melalui jalur perseorangan turut menekan biaya yang harus dikeluarkan. “Faktor terbesar yang mendorong penghematan adalah regrouping atau pengelompokan ulang Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang jumlahnya berkurang drastis dari 6.938 menjadi sekitar 3.318 TPS, sehingga secara langsung menghemat biaya logistik dan honorarium yang dialokasikan untuk Badan Adhoc,” jelasnya. Lebih lanjut, Esya memaparkan bahwa sejumlah pagu anggaran pada beberapa pos kegiatan tidak terealisasi sepenuhnya, seperti pada perencanaan program, penyusunan produk hukum, sosialisasi, pencalonan, dan advokasi hukum. Selisih antara pagu dan realisasi inilah yang kemudian menjadi bagian dari SILPA dan dikembalikan ke kas daerah. Selain menyoroti kinerja keuangan, Esya juga menjelaskan arah program KPU yang berpedoman pada Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019, di mana terdapat dua program strategis yang menjadi fokus utama: Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan dan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan. Program pemutakhiran data dilakukan secara rutin dan berhasil mencatat peningkatan jumlah pemilih sekitar 2,65 persen dalam periode terakhir. Dari hasil analisis KPU, Esya mengungkapkan bahwa sekitar 53 persen pemilih di Kabupaten Cirebon merupakan Generasi Z dan Milenial. Kondisi ini menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi KPU untuk mengembangkan strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih yang lebih sesuai dengan karakter generasi muda. Meski demikian, Esya tak menutup mata terhadap keterbatasan dukungan anggaran dari pemerintah daerah. Situasi ini, menurut Esya, menjadi dorongan bagi KPU untuk terus berinovasi dan mengoptimalkan sumber daya yang ada agar seluruh program tetap berjalan secara efektif. Sebagai bagian dari upaya efisiensi sekaligus modernisasi penyelenggaraan pemilu, KPU Kabupaten Cirebon kini mulai mengadopsi pendekatan digitalisasi informasi. Melalui berbagai kanal media sosial resmi seperti Instagram, Facebook, X (Twitter), dan YouTube, KPU aktif menyebarkan edukasi pemilih serta informasi tahapan pemilu secara menarik dan mudah diakses masyarakat. Tak hanya itu, KPU juga mengembangkan program podcast sebagai wadah komunikasi publik yang interaktif. Sejumlah tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, dan akademisi telah diundang menjadi narasumber. Ke depan, KPU berencana menjalin kemitraan dengan DPRD Kabupaten Cirebon agar kegiatan edukasi politik ini dapat menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas. Sementara itu, Ketua Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi, Khairil Ridwan, menyoroti rendahnya keterlibatan Gen Z yang cenderung apatis terhadap proses demokrasi. Ia menekankan perlunya intervensi konkret—dengan dukungan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain—untuk meningkatkan pendidikan politik dan rasionalitas pemilih. Khairil juga mengingatkan keterkaitan antara tingkat kemiskinan, akses informasi, dan partisipasi politik. “Tanpa dukungan dan program yang terarah, ruang kosong pendidikan demokrasi akan sulit diisi,” tegasnya. Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Cirebon, Nana Kencanawati, menyambut baik inisiatif kerja sama dengan KPU dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat pada pemilu mendatang. Selain itu, Nana Kencanawati menyatakan dukungan penuh terhadap langkah inovatif KPU yang mulai mengembangkan program digitalisasi informasi, seperti pemanfaatan media sosial dan kanal podcast. Dalam rangka memperkuat kualitas representasi rakyat, Nana Kencanawati juga menyampaikan harapan agar KPU dapat berupaya mendorong adanya regulasi pencalonan yang lebih ketat. Tujuannya adalah memastikan bahwa wakil rakyat yang terpilih memiliki kualitas dan integritas yang mumpuni untuk mengemban amanah masyarakat. Menanggapi harapan tersebut, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan, Apendi, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap semangat DPRD untuk menghasilkan calon legislatif yang terbaik. Namun, beliau menjelaskan bahwa peran KPU terikat pada koridor hukum. "Peran KPU dalam proses ini adalah teknis-administratif sesuai ketentuan perundang-undangan," jelas Apendi. Beliau menambahkan bahwa meskipun KPU menjalankan fungsi verifikasi secara ketat, kewenangan substantif terkait penentuan kriteria dan seleksi calon sepenuhnya berada di partai politik. KPU siap berkolaborasi untuk memastikan proses administrasi berjalan seoptimal mungkin sesuai aturan yang berlaku.