Berita Terkini

Penataan Dapil hingga Putusan MK 135 Jadi Sorotan FGD KPU

Cirebon – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan topik krusial yang tengah menjadi diskursus publik. Isu penataan Daerah Pemilihan (Dapil), sistem pemilu, hingga Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2023 menjadi bahan kajian bersama para peserta, dengan tujuan memperkuat kualitas demokrasi yang lebih inklusif.

Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU RI, Idham Holik selaku keynote speaker menyampaikan bahwa Sistem Pemilu Indonesia kini menjadi sorotan dunia bahkan mendapat perhatian media internasional, termasuk liputan khusus dari Time Magazine. Menurutnya hal ini karena sistem pemilu di Indonesia dianggap lebih unggul dibandingkan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, hingga sejumlah negara di Eropa.

Sejak 2024, Idham melanjutkan, Indonesia menerapkan sistem Pemilu secara langsung dan proporsional, yang sekaligus digelar secara serentak untuk seluruh level pemerintahan. “Sistem tersebut dinilai sangat sesuai dengan karakter masyarakat indonesia yang majemuk, baik secara sosiologis maupun politik, sehingga mampu mencerminkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat secara lebih adil dan representatif,” paparnya.

Idham menambahkan, untuk memastikan penataan daerah pemilihan dapat berjalan efektif sebaiknya dilaksanakan paling lambat satu tahun sebelum dimulainya tahapan pemilu. Agar proses berjalan lancar, diharapkan enam bulan menjelang tahapan tidak terjadi pemekaran wilayah, baik di tingkat kecamatan maupun desa/kelurahan.

Sebagai narasumber, KPU menghadirkan Sopidi (Akademisi UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon) yang memaparkan kajian terkait penataan daerah pemilihan serta Henry Casandra Gultom ( Associate Researcher Sindikasi Pemilu dan Demokrasi/SPD) yang membahas sistem pemilu di Indonesia. Diskusi dipandu oleh akademisi Thesa Falahiyah Endang sebagai moderator.

Dalam paparannya, Sopidi menekankan dua poin utama terkait pentingnya penataan daerah pemilihan. Pertama, Penataan Dapil harus mampu mewujudkan demokrasi yang inklusif, yakni dengan melibatkan seluruh pihak tanpa terkecuali agar setiap kelompok masyarakat dapat terwakili. Kedua, penataan juga harus berorientasi pada keberlanjutan demokrasi sehingga proses pemilu tidak hanya berjalan untuk kepentingan sesaat, tetapi juga memperkuat tatanan demokrasi dalam jangka panjang.

Selain itu, ia juga menyoroti sejumlah hal mendasar dalam proses penataan daerah pemilihan. “Pertama, apakah wakil rakyat yang terpilih benar-benar sudah mewakili kepentingan masyarakat yang diwakilinya. Kedua, apakah jumlah wakil rakyat yang ada sudah sepadan dengan kondisi jumlah penduduk, luas wilayah, serta tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Cirebon,” tegasnya.

Sopidi menambahkan bahwa langkah yang perlu ditempuh untuk memastikan penataan daerah pemilihan menghasilkan capaian yang optimal adalah dengan memastikan bahwa penataan Dapil harus mewakili kebutuhan masyarakat, meningkatkan partisipasi dan kepercayaan masyarakat, mendukung pembangunan berkelanjutan dan dapat mencegah konflik serta meningkatkan stabilitas politik.

Sementara itu, Associate Researcher Sindikasi Pemilu dan Demokrasi/SPD, Hendry Casandra Gultom mengemukakan bahwa salah satu persoalan utama dalam sistem pemilu adalah ketimpangan antara jumlah kursi dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Kondisi ini menegaskan pentingnya restrukturisasi daerah pemilihan.

Menurutnya, urgensi kajian, pembahasan, maupun perbaikan sistem pemilu terletak pada bagaimana seluruh pihak yang terlibat mampu meningkatkan kepuasan publik serta mendorong partisipasi masyarakat dalam setiap penyelenggaraan pemilu maupun pemilihan. “Untuk memperbaiki sistem pemilu kedepannya sangat penting untuk meningkatkan pendidikan politik kepada masyarakat. Peningkatan pendidikan politik ini dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan masyarakat ke depannya,” paparnya.

FGD yang berlangsung di Ruang Nyimas Gandasari Setda Kabupaten Cirebon pada Jumat (15/8) tersebut diwarnai dengan diskusi interaktif dan menarik. Perwakilan pengurus Partai Ummat, Sambasi turut menyampaikan pendapatnya mengenai persoalan representasi politik. Ia menyoroti masih terdapat kurangnya pengakuan terhadap suara sah yang diperoleh partai non parlemen dari pemerintah mengingat suara yang telah sah diberikan masyarakat seharusnya tetap memiliki nilai dan dihargai dalam proses demokrasi.

Sementara itu, perwakilan pengurus Partai Gelora, Solehudin mempertanyakan implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilihan kepala daerah. Putusan tersebut juga disertai dengan adendum berupa penambahan waktu selama dua tahun.

Keberlangsungan FGD yang menarik ini tidak terlepas dari peran Pemerintah Kabupaten Cirebon. Bupati Cirebon, H. Imron tidak hanya hadir, tetapi juga memberikan dukungan penuh berupa fasilitasi tempat kegiatan serta dukungan koordinasi antarinstansi terkait.

Dukungan tersebut menjadi wujud nyata kepedulian pemerintah daerah dalam memperkuat demokrasi lokal, sekaligus mendorong terciptanya ruang dialog yang sehat antara penyelenggara pemilu, partai politik, akademisi, dan masyarakat sipil.

Ketua KPU Kabupaten Cirebon Esya Karnia Puspawati menyampaikan apresiasi kepada Bupati Cirebon atas dukungan yang diberikan. “Kepedulian pemerintah daerah ini menjadi bukti nyata bahwa Pemilu bukan hanya urusan penyelenggara, tetapi juga tanggung jawab bersama dalam mewujudkan demokrasi yang lebih baik,” ungkapnya.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Provinsi Jawa Barat Adie Saputro, jajaran pimpinan KPU Kabupaten Cirebon, Bawaslu Kabupaten Cirebon, perwakilan partai politik tingkat Kabupaten, Forkopimda, akademisi, organisasi masyarakat, dan insan pers.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 136 kali